Mungkin sapu tangan ini saja suatu kealpaan. Masih menutupi diri dengan tabloid. Bokep Cina Turun tidak, turun tidak, aku hitung kancing. Mbak Wien sudah turun. Pasti terburu-buru. Ke mana ia? Tidak apalah hari ini tidak ketemu. Mendadak jari tanganku dingin semua. Tetapi berlari. “Oh ya. Agar kejadian kemarin terulang. Junior berdenyut-denyut. Ke mana ia? Kini pindah ke paha sebelah kanan. Pintu salon kubuka.“Selamat siang Mas,” kata seorang penjaga salon, “Potong, creambath, facial atau massage (pijit)..?”
“Massage, boleh.” ujarku sekenanya.Aku dibimbing ke sebuah ruangan. Ah, kini ia malah berlutut seperti menunggu satu kata saja dariku. Kemudian menyerahkan celana pantai.“Mbak Wien, pasien menunggu,” katanya.Majalah lagi, ah tidak aku harus bicara padanya. Aku makin membenamkan wajah di atas tulisan majalah.“Halo..!” suara itu mengagetkanku. Tapi ia masih berjongkok di bawahku.“Yang ini atau yang itu..?” katanya menggoda, menunjuk Juniorku.Darahku mendesir.




















